Sempat Stress dan Menutup Diri
Halo makhluk hidup !
Balik lagi yey, setelah sekian lama nggak up.
Kali ini saya mau berbagi pengalaman yang baru saya alami baru - baru ini. Jujur sebenarnya saya malu untuk berbagi cerita ini, tapi tidak apalah demi mencegah hal - hal seperti ini terjadi pada kalian.
Langsung saja ya...
Depresi bisa diartikan sebagai kondisi medis berupa perasaan sedih, yang berdampak negatif terhadap pikiran, sikap, tindakan, dan kesehatan mental seseorang. Atau bisa kita sebut juga dengan gangguan jiwa. Setau saya, orang yang depresi itu memiliki ciri - ciri sebagai berikut :
1. Merasa sedih terus - menerus
2. Selalu menangi tanpa sebab bila sendirian
3. Hilang minat serta motivasi untuk hidup
4. Selalu merasa bersalah
5. Menjadi sosok yang tertutup
6. Menghindari bertemu denga orang - orang bahkan teman sekalipun
7. Selalu berpikiran negatif
8. Memiliki pemikiran untuk mengakhiri hidup
Jadi, langsung kita masuk ke cerita ya. Waktu itu sudah menginjak bulan Desember. Entah mengapa dibulan itu saya menjadi sangat sensitif dan terlalu peka dengan hal - hal yang tidak penting. Dibulan itu, saya menjadi sensitif dengan sosial media saya. Dengan artian lain, saya jadi selalu cek likers dan commenters diakun instagram saya. Dari situ pun saya sadar likers saya berkurang secara signifikan dan membuat saya stress. Jujur. Bahkan saya tidak mengerti kenapa saya kepikiran masalah likers. Tapi anehnya, saya tidak iri dengan likers di postingan orang lain. Saya justru iri dengan kolom komentar postingan teman - teman saya yang selalu ramai. Sedangkan milik saya sepi mlompong.
Dari hal itulah saya mulai merasa bahwa saya bukan orang 'sangar' seperti teman - teman saya yang lain. Bahkan saya selalu kepikiran ketika melihat teman - teman dekat saya saling komen dipostingan teman - teman saya yang lain, tapi kenapa dipostingan saya tidak ? Mungkin bagi kalian itu kayak "apaan sih gini aja diributin." tapi saya tegaskan ya, saat itu posisi saya berubah menjadi sangat sangat sensitif. Hal kecilpun saya anggap sangat serius.
Oke lanjut. Nah sejak saat itu, saya mulai merasa diri saya itu kurang, rendah, dan tidak pantas buat bersosial media. Karena saat itu saya selalu down ketika mengetahui instastory saya yang lihat cuma sedikit, like yang biasanya 250+ tiba - tiba turun jadi 200+. Apalagi kalau sudah lihat postingan teman - teman lain yang ramai, disitu hati saya sudah bergejolak. Down sekaligus kesal. Rasanya ingin hapus semua postingan, tapi saya tidak mau. Akhirnya, dipertengahan bulan saya memutuskan untuk menonaktifkan sementara instagram saya, namun hanya bertahan selama 3 harian saja.
Akhirnya diakhir bulan Desember, saya memutuskan untuk log out semua akun instagram saya . Termasuk akun olshop. Disitu saya merasa ini lebih efektif saja. Karena saya mampu menahan hingga bulan Februari awal. Tapi, selama itu tentu saja ada hal - hal lain yang memicu stress saya meningkat.
Puncaknya ada dibulan Januari. Saya sudah tidak pernah muncul digrup whatsapp. Saya slowrespon jika dichat. Saya juga menolak bertemu dengan siapapun dengan berbohong. Saat itu kehidupan saya hanya seputar kerja dan dirumah. Saya sudah tidak main - main lagi layaknya anak - anak muda. Bahkan saya menghindari ajakan teman - teman saya dengan beralasan saya tidak bisa. Padahal ya bisa, tapi malas saja. Tiap malam, saya suka termenung sendiri sehingga ujung - ujungnya menangis. Saya selalu tidur malam dan bangun kesiangan. Sepulang kerja kerjaan saya cuma buat laporan dan kalau lagi nyantai ya nge - viu (aplikasi penyedia tontonan drama dan lain - lain).
Saya sadar saya berubah. Dan saya juga sadar tidak seharusnya saya seperti itu. Tapi dibalik itu saya memendam semua pilu dalam kehidupan saya. Selama saya seperti itu, saya selalu merasa bersalah dan merasa tidak pantas untuk hidup. Saya merasa diri saya itu kurang sekali. Selain itu saya juga merasa bahwa orang - orang disekitar saya itu menyebalkan. Tentu saja saya tidak menceritakan hal ini pada siapapun awalnya, karena saya sendiri tidak tau mau mulai dari mana.
Hal yang membuat saya stress berat itu banyak sekali. Salah satunya masalah dikeluarga saya beberapa waktu lalu yang tiba - tiba melintas kembali dipikiran saya (Keluarga Cemara Versi Saya). Semua masalah itu seperti tertumpuk jadi satu dan sangat mengganggu. Saya stress, gelisah, dan putus asa. Tiap malam ketika semua sudah tidur, saya bangun dan menangisi semuanya. Tapi untungnya saya tidak pernah ada niat untuk bunuh diri. Tapi ya gitu, saya selalu bergumam "tidak pantas hidup". Saya sendiri jadi bingung. Pagi - pagi bangun pun tak ada semangat. Melihat kedua orang tua pun sebenarnya tak sanggup. Karena saat itu saya merasa hanya bisa menyusahkan orang tua. Apalagi kalau melihat adik - adik saya. Rasanya itu, saya gagal menjadi kakak yang bertanggung jawab.
Sampai pada akhirnya, teman - teman SMA saya sadar dengan sikap saya. Mulai dari yang tidak pernah mau diajak keluar atau main, tidak pernah muncul grup, dan tidak pernah lagi update sosial media. Mereka pun menanyakan saya kenapa. Dan saya jawab saya tidak apa. Saat digrup maupun private chat saya selalu dibahas, mengapa sikap saya menjadi seperti itu. Yang awalnya periang, tiba - tiba menjadi tertutup dan tentu saja mereka tidak menerima sikap saya yang baru. Tapi saya tidak peduli. Ya namanya orang stress kan, apapun dipikir mellow dan negatif. Kalau diingatkan orang, tidak mau mendengar. Ya akhirnya, saya menjadi semakin kepikiran. Akhirnya saya menangis lebih sering. Terlebih lagi saat itu saya tidak memiliki sandaran terdekat.
Orang tua ? Ya memang ada dan selalu ada. Tapi, layaknya anak muda jaman sekarang yang malu untuk mengungkapkan semuanya. Untuk sekedar bertanya hal intens pun saya harus mikir - mikir lagi. Saat dibercandain pun, saya tidak menggubris. Ya parah sekali waktu itu. Hawa kamar sudah seperti ruang isolasi yang benar - benar tertutup. Saya juga tidak pernah berharap untuk dikasihani atau dikhawatirkan.
Sampai pada suatu hari dibulan Februari, saya mencoba untuk kembali aktif. Rasanya asing dan malu untuk kembali aktif. Karena selama saya bersituasi seperti itu, jika dichat balasan saya hanya kata - kata sederhana, emoticon senyum dan jempol saja. Saat ini jika saya ingat kembali, saya hanya bergumam "ini emang stress berat atau berlebihan sih."
Tak lama setelah itu, Ibu saya menyadari bahwa saya sudah jarang main dengan teman - teman, wajah lebih kusut, dan suasana hati yang terlihat tidak baik. Akhirnya Ibu saya tiba - tiba mengatakan, "Kamu stress ? Frustasi ? Itu salahmu sendiri. Lingkunganmu tidak membuatmu begitu tapi kamu yang merasa kalau kamu begini begitu. Coba deh atur lagi pola pikirmu."
Saya hanya bisa diam mendengar perkataan tersebut. Selain itu, saya juga kembali berpikir masa iya ?
Akhirnya berkat wejangan Ibu dan teman, saya berangsur - angsur membaik. Ya walaupun pikiran negatif saya masih menghantui, tapi saya tetap harus membentengi diri. Saya mulai mengisi waktu luang saya dengan hal yang saya sukai, yaitu menulis. Dan saya merasa, dengan menulis saya bisa recorvery dengan baik secara perlahan. Karena hal itu membuat saya senang dan mengurangi beban pikiran saya.
Rasa stress bisa berasal dari manapun. Entah dari lingkunganmu ataupun dari dirimu sendiri. Stress yang berkelanjutan bisa menyebabkan depresi hingga hilang akal. Atau bahkan kematian. Setiap manusia insyaallah pernah merasakan stress. Bisa karena kuliah, sekolah, kantor, ataupun hidup yang berat. Penanganannya bagaimana ? Ya dimulai dari dirimu sendiri. Untuk saat ini sedikit sulit menunggu respek dari orang lain. Oleh karena itu, kita harus percaya dengan diri kita sendiri bahwa kita kuat dan mampu menghadapi segalanya. Sama dengan saya. Yang awalnya saya terperangkap dalam pikiran berat saya. Namun, karena ada bantuan orang terdekat dan media lain seperti tontonan tentang kehidupan, saya bisa recorvery dengan mudah.
Dan dari situ saya paham dan semakin mengerti dengan segala sesuatu yang ada didunia ini. Saya juga percaya bahwa saya hidup untuk berkembang bukan untuk menyakiti diri sendiri. Jadi untuk kalian yang membaca halaman ini, saya harap jaga mental dan batin kalian dengan baik. Dunia sudah semakin kejam. Teknologi lebih kejam. Sumber kekesalan dan kesedihan bisa berasal dari mana saja. Ya walaupun ada dari kalian yang sensitif atau baperan, kalian tidak perlu takut untuk menghadapi kerasnya dunia. Lewati saja dan perbaiki diri secara perlahan. Walau tidak mudah, tapi yakinlah bahwa kita memiliki pribadi yang kuat.
Oke, sekian untuk hari ini. Mohon maaf apabila ada salah kata maupun hal yang tidak dipahami. Dimohonkan dengan sangat pula kalian harap bijak dalam membacanya. Ambil positifnya saja dan semoga bermanfaat.
Saya menerima request ataupun kritik dan saran. Bisa melalui email, kolom komentar, ataupun media sosial saya. Jangan lupa share dan baca postingan yang lain ya.
Salam
Balik lagi yey, setelah sekian lama nggak up.
Kali ini saya mau berbagi pengalaman yang baru saya alami baru - baru ini. Jujur sebenarnya saya malu untuk berbagi cerita ini, tapi tidak apalah demi mencegah hal - hal seperti ini terjadi pada kalian.
Langsung saja ya...
Depresi bisa diartikan sebagai kondisi medis berupa perasaan sedih, yang berdampak negatif terhadap pikiran, sikap, tindakan, dan kesehatan mental seseorang. Atau bisa kita sebut juga dengan gangguan jiwa. Setau saya, orang yang depresi itu memiliki ciri - ciri sebagai berikut :
1. Merasa sedih terus - menerus
2. Selalu menangi tanpa sebab bila sendirian
3. Hilang minat serta motivasi untuk hidup
4. Selalu merasa bersalah
5. Menjadi sosok yang tertutup
6. Menghindari bertemu denga orang - orang bahkan teman sekalipun
7. Selalu berpikiran negatif
8. Memiliki pemikiran untuk mengakhiri hidup
Jadi, langsung kita masuk ke cerita ya. Waktu itu sudah menginjak bulan Desember. Entah mengapa dibulan itu saya menjadi sangat sensitif dan terlalu peka dengan hal - hal yang tidak penting. Dibulan itu, saya menjadi sensitif dengan sosial media saya. Dengan artian lain, saya jadi selalu cek likers dan commenters diakun instagram saya. Dari situ pun saya sadar likers saya berkurang secara signifikan dan membuat saya stress. Jujur. Bahkan saya tidak mengerti kenapa saya kepikiran masalah likers. Tapi anehnya, saya tidak iri dengan likers di postingan orang lain. Saya justru iri dengan kolom komentar postingan teman - teman saya yang selalu ramai. Sedangkan milik saya sepi mlompong.
Dari hal itulah saya mulai merasa bahwa saya bukan orang 'sangar' seperti teman - teman saya yang lain. Bahkan saya selalu kepikiran ketika melihat teman - teman dekat saya saling komen dipostingan teman - teman saya yang lain, tapi kenapa dipostingan saya tidak ? Mungkin bagi kalian itu kayak "apaan sih gini aja diributin." tapi saya tegaskan ya, saat itu posisi saya berubah menjadi sangat sangat sensitif. Hal kecilpun saya anggap sangat serius.
Oke lanjut. Nah sejak saat itu, saya mulai merasa diri saya itu kurang, rendah, dan tidak pantas buat bersosial media. Karena saat itu saya selalu down ketika mengetahui instastory saya yang lihat cuma sedikit, like yang biasanya 250+ tiba - tiba turun jadi 200+. Apalagi kalau sudah lihat postingan teman - teman lain yang ramai, disitu hati saya sudah bergejolak. Down sekaligus kesal. Rasanya ingin hapus semua postingan, tapi saya tidak mau. Akhirnya, dipertengahan bulan saya memutuskan untuk menonaktifkan sementara instagram saya, namun hanya bertahan selama 3 harian saja.
Akhirnya diakhir bulan Desember, saya memutuskan untuk log out semua akun instagram saya . Termasuk akun olshop. Disitu saya merasa ini lebih efektif saja. Karena saya mampu menahan hingga bulan Februari awal. Tapi, selama itu tentu saja ada hal - hal lain yang memicu stress saya meningkat.
Puncaknya ada dibulan Januari. Saya sudah tidak pernah muncul digrup whatsapp. Saya slowrespon jika dichat. Saya juga menolak bertemu dengan siapapun dengan berbohong. Saat itu kehidupan saya hanya seputar kerja dan dirumah. Saya sudah tidak main - main lagi layaknya anak - anak muda. Bahkan saya menghindari ajakan teman - teman saya dengan beralasan saya tidak bisa. Padahal ya bisa, tapi malas saja. Tiap malam, saya suka termenung sendiri sehingga ujung - ujungnya menangis. Saya selalu tidur malam dan bangun kesiangan. Sepulang kerja kerjaan saya cuma buat laporan dan kalau lagi nyantai ya nge - viu (aplikasi penyedia tontonan drama dan lain - lain).
Saya sadar saya berubah. Dan saya juga sadar tidak seharusnya saya seperti itu. Tapi dibalik itu saya memendam semua pilu dalam kehidupan saya. Selama saya seperti itu, saya selalu merasa bersalah dan merasa tidak pantas untuk hidup. Saya merasa diri saya itu kurang sekali. Selain itu saya juga merasa bahwa orang - orang disekitar saya itu menyebalkan. Tentu saja saya tidak menceritakan hal ini pada siapapun awalnya, karena saya sendiri tidak tau mau mulai dari mana.
Hal yang membuat saya stress berat itu banyak sekali. Salah satunya masalah dikeluarga saya beberapa waktu lalu yang tiba - tiba melintas kembali dipikiran saya (Keluarga Cemara Versi Saya). Semua masalah itu seperti tertumpuk jadi satu dan sangat mengganggu. Saya stress, gelisah, dan putus asa. Tiap malam ketika semua sudah tidur, saya bangun dan menangisi semuanya. Tapi untungnya saya tidak pernah ada niat untuk bunuh diri. Tapi ya gitu, saya selalu bergumam "tidak pantas hidup". Saya sendiri jadi bingung. Pagi - pagi bangun pun tak ada semangat. Melihat kedua orang tua pun sebenarnya tak sanggup. Karena saat itu saya merasa hanya bisa menyusahkan orang tua. Apalagi kalau melihat adik - adik saya. Rasanya itu, saya gagal menjadi kakak yang bertanggung jawab.
Sampai pada akhirnya, teman - teman SMA saya sadar dengan sikap saya. Mulai dari yang tidak pernah mau diajak keluar atau main, tidak pernah muncul grup, dan tidak pernah lagi update sosial media. Mereka pun menanyakan saya kenapa. Dan saya jawab saya tidak apa. Saat digrup maupun private chat saya selalu dibahas, mengapa sikap saya menjadi seperti itu. Yang awalnya periang, tiba - tiba menjadi tertutup dan tentu saja mereka tidak menerima sikap saya yang baru. Tapi saya tidak peduli. Ya namanya orang stress kan, apapun dipikir mellow dan negatif. Kalau diingatkan orang, tidak mau mendengar. Ya akhirnya, saya menjadi semakin kepikiran. Akhirnya saya menangis lebih sering. Terlebih lagi saat itu saya tidak memiliki sandaran terdekat.
Orang tua ? Ya memang ada dan selalu ada. Tapi, layaknya anak muda jaman sekarang yang malu untuk mengungkapkan semuanya. Untuk sekedar bertanya hal intens pun saya harus mikir - mikir lagi. Saat dibercandain pun, saya tidak menggubris. Ya parah sekali waktu itu. Hawa kamar sudah seperti ruang isolasi yang benar - benar tertutup. Saya juga tidak pernah berharap untuk dikasihani atau dikhawatirkan.
Sampai pada suatu hari dibulan Februari, saya mencoba untuk kembali aktif. Rasanya asing dan malu untuk kembali aktif. Karena selama saya bersituasi seperti itu, jika dichat balasan saya hanya kata - kata sederhana, emoticon senyum dan jempol saja. Saat ini jika saya ingat kembali, saya hanya bergumam "ini emang stress berat atau berlebihan sih."
Tak lama setelah itu, Ibu saya menyadari bahwa saya sudah jarang main dengan teman - teman, wajah lebih kusut, dan suasana hati yang terlihat tidak baik. Akhirnya Ibu saya tiba - tiba mengatakan, "Kamu stress ? Frustasi ? Itu salahmu sendiri. Lingkunganmu tidak membuatmu begitu tapi kamu yang merasa kalau kamu begini begitu. Coba deh atur lagi pola pikirmu."
Saya hanya bisa diam mendengar perkataan tersebut. Selain itu, saya juga kembali berpikir masa iya ?
Akhirnya berkat wejangan Ibu dan teman, saya berangsur - angsur membaik. Ya walaupun pikiran negatif saya masih menghantui, tapi saya tetap harus membentengi diri. Saya mulai mengisi waktu luang saya dengan hal yang saya sukai, yaitu menulis. Dan saya merasa, dengan menulis saya bisa recorvery dengan baik secara perlahan. Karena hal itu membuat saya senang dan mengurangi beban pikiran saya.
Rasa stress bisa berasal dari manapun. Entah dari lingkunganmu ataupun dari dirimu sendiri. Stress yang berkelanjutan bisa menyebabkan depresi hingga hilang akal. Atau bahkan kematian. Setiap manusia insyaallah pernah merasakan stress. Bisa karena kuliah, sekolah, kantor, ataupun hidup yang berat. Penanganannya bagaimana ? Ya dimulai dari dirimu sendiri. Untuk saat ini sedikit sulit menunggu respek dari orang lain. Oleh karena itu, kita harus percaya dengan diri kita sendiri bahwa kita kuat dan mampu menghadapi segalanya. Sama dengan saya. Yang awalnya saya terperangkap dalam pikiran berat saya. Namun, karena ada bantuan orang terdekat dan media lain seperti tontonan tentang kehidupan, saya bisa recorvery dengan mudah.
Dan dari situ saya paham dan semakin mengerti dengan segala sesuatu yang ada didunia ini. Saya juga percaya bahwa saya hidup untuk berkembang bukan untuk menyakiti diri sendiri. Jadi untuk kalian yang membaca halaman ini, saya harap jaga mental dan batin kalian dengan baik. Dunia sudah semakin kejam. Teknologi lebih kejam. Sumber kekesalan dan kesedihan bisa berasal dari mana saja. Ya walaupun ada dari kalian yang sensitif atau baperan, kalian tidak perlu takut untuk menghadapi kerasnya dunia. Lewati saja dan perbaiki diri secara perlahan. Walau tidak mudah, tapi yakinlah bahwa kita memiliki pribadi yang kuat.
Oke, sekian untuk hari ini. Mohon maaf apabila ada salah kata maupun hal yang tidak dipahami. Dimohonkan dengan sangat pula kalian harap bijak dalam membacanya. Ambil positifnya saja dan semoga bermanfaat.
Saya menerima request ataupun kritik dan saran. Bisa melalui email, kolom komentar, ataupun media sosial saya. Jangan lupa share dan baca postingan yang lain ya.
Salam
Comments
Post a Comment