Kuliah Sambil Kerja, Nay or Yay?
Halo makhluk hidup!
Lagi – lagi Bunglon lama tidak update. Ya mohon
maklum lah ya kalau Bunglon tuh orangnya mageran, hehehe. Setelah lama tidak
update, Bunglon punya satu kisah menarik lagi yang berasal dari teman Bunglon.
Ceritanya sangat menginspirasi sekaligus membuat kita untuk lebih open minded, oleh karena itu kisah kali ini akan Bunglon
masukkan ke rubrik Menatap Langit dan Buka Pikiran. Oke baiklah, langsung saja kita masuk ke
ceritanya.
Cerita ini bernarasumber seorang remaja perempuan
dengan umur sembilan belas tahun. Dimana saat ini ia sedang menempuh pendidikan
S1 Akuntansi di salah satu universitas swasta ternama di kota tempat ia
tinggal. Sebenarnya banyak sekali kisah maupun pengalaman mengesankan darinya.
Namun, untuk kali ini Bunglon akan mengambil salah satu ceritanya yang menurut
Bunglon menarik. Karena pada jaman sekarang ini jarang ada yang mampu melakukan
hal ini. Yaitu, kuliah sambil bekerja.
Jika kita tengok lagi, mungkin banyak remaja
melakukan hal yang sama. Namun, tidak jarang juga gengsi menjadi penghalang
untuk melakukan hal tersebut. Teman Bunglon kali ini awalnya tidak punya
rencana ataupun tidak kepikiran untuk kuliah sambil kerja. Namun, semenjak ia
tidak lolos SNMPTN, mulailah ia malas dengan apapun yang berkaitan dengan
universitas negeri. Sejak saat itu juga, ia nekat mengambil kelas sore di
universitas swasta yang ada di kotanya. Jika dipikir kembali oleh teman
Bunglon, untuk berkuliah di universitas negeri, akan banyak sekali biaya yang
harus dikeluarkan karena jauh dari rumah. Tak hanya itu, ia harus menjaga Kakek,
Nenek, dan Ibunya, juga menjadi alasan ia tidak ingin meninggalkan rumah
terlalu jauh.
Alasan lain yang paling utama ya tentu saja tidak
ingin membebankan seluruh biaya kuliah pada Ibunya maupun Kakaknya. Ya memang
terkadang faktor ekonomi bisa menjadi penghambat, namun teman Bunglon kali ini
cukup cerdas sehingga apa yang selama ini kita kira itu sebuah hambatan, tetapi
baginya itu sebuah tantangan untuk mencari cara. Sejak lulus SMA, ia sudah
sibuk bekerja di sebuah dealer untuk menopang kebutuhan pendidikan yang ia
jalani. Bisa dibilang untuk penghasilan yang ia dapatkan saat itu cukup banyak,
hanya saja lingkungan kerja yang tidak sehat dan jam kerja yang tidak teratur,
sehingga kuliahnya juga berantakan. Akhirnya ia terpaksa harus resign untuk mencari pekerjaan lain.
Setelah menganggur beberapa saat, teman Bunglon
akhirnya menemukan tempat kerja baru. Dimana jam kerjanya teratur, yakni dari
jam delapan pagi hingga jam empat sore. Lingkungan kerjanya juga sangat
menyenangkan. Di tempat baru ini, teman Bunglon mengisi posisi sebagai digital
marketing. Sepulang kerja, teman Bunglon tentu langsung melanjutkan kuliah yang
terkadang hingga larut malam. Lelah sudah pasti, karena hampir satu minggu ia full dengan kegiatan ‘wajibnya’.
Oleh karena itu, ada suka dan ada duka. Selain lelah,
waktu kerap kali terkorbankan. Entah itu waktu untuk keluarga, teman, atau
bahkan waktu untuk dirinya sendiri. Bisa dibilang kini rumahnya hanya sebatas
kos – kos an yang ia pakai untuk hari libur dan tidur saja. Sakit juga pasti.
Entah itu sekadar demam atau kelelahan. Ada juga kawannya yang kerap kali
menyindir tentang apa yang ia lalui saat ini. Sindiran universitas maupun
kegiatan kerjanya juga kerap kali sampai di telinganya. Tapi hal tersebut tidak
membuat teman Bunglon ini berhenti untuk melanjutkan aktivitasnya. Baginya,
lebih baik ia, “Nih, Bu. Aku kasih segini
untuk keperluan Ibu.” daripada
harus, “Bu, aku minta segini untuk
keperluanku.”
Di balik banyaknya duka, tentu ada ‘suka’ yang
mengiringi perjalanan teman Bunglon ini. Membahagiakan Ibunya dan membahagiakan
dirinya sendiri dari hasil jerih payahnya merupakan hal terindah dan sebuah hal
membanggakan. Pandangan mandiri pun kini juga terselip di jati dirinya,
mengingat uang bisa ia dapatkan tiap bulannya. Sehingga ia mungkin saat ini
bisa membuktikan pada orang – orang di luar sana yang kerap kali menyindirnya,
bahwa ia bukanlah anak manja dan tidak bisa lagi dipandang sebelah mata.
Setelah penjelasan diatas, yay or nay? Kalau kata Bunglon selagi kita merasa memiliki waktu untuk bekerja dan dirasa memiliki keterbatasan ekonomi, it's okay untuk menambah uang jajan dan membantu orang tua membiayai pendidikan. Bekerja yang Bunglon maksud bukan hanya kantoran atau di perusahaan besar. Tetapi bisa juga dengan mengajar les, ataupun berbisnis. Pilihan tersebut bisa menjadi alternatif bagi yang kuliah di universitas negeri. Karena setau Bunglon, universitas negeri memiliki waktu yang sedikit dan tidak teratur. Jadi, tidak ada salahnya bukan? memiliki penghasilan sendiri adalah suatu yang sangat luar biasa dan membuat kita sadar bahwa mencari uang tidaklah mudah. Berkuliah di universitas swasta juga bukan hal yang harus dinyinyiri. Sebagaimana sama - sama menimba ilmu, meskipun kualitas setiap universitas berbeda, bukan berarti mahasiswanya tidak berkualitas dong ya?
Nah, sekian untuk hari ini. Apabila ada hal yang dirasa tidak berkenan Bunglon mohon maaf. Yang mau kirim cerita bisa email atau hubungi whatsapp Bunglon yang tertera di profil blog. Terima kasih semua, nantikan postingan Bunglon lainnya.
Salam.
Salam.
Comments
Post a Comment